Mengenal Putra dan Putri Rasulullah Muhammad saw

Putra dan Putri Rasulullah

Siapa putra dan putri Rasulullah saw, termasuk topik yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri dia atau siapa saja nama anak-anaknya.

Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid ra. Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,

“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan saya tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya bawah umur tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku bawah umur dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad no. 24864)

Anak-anak Rasulullah saw

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah mempunyai tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah (Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat ketika berusia 2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir sebab lahir sesudah kenabian. Putra yang ketiga ialah Ibrahim, dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat ketika berusia 17 atau 18 bulan.

Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, kemudian Ruqayyah dan Ummu Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.

Rinciannya ialah sebagai berikut:

Putri-putri Rasulullah saw

Para ulama setuju bahwa jumlah putri Rasulullah ada 4 orang, semuanya terlahir dari ummul mukminin Khadijah ra.

Pertama, putri pertama Rasulullah ialah Zainab binti Rasulullah.

Zainab ra menikah dengan anak bibinya, Halah binti Khuwailid, yang bergelar Abu al-Ash bin al-Rabi’.

Pernikahan ini berlangsung sebelum sang ayah diangkat menjadi rasul. Zainab dan ketiga saudarinya masuk Islam sebagaimana ibunya Khadijah mendapatkan Islam, akan tetapi sang suami, Abu al-Ash, tetap dalam agama jahiliyah.

Hal ini mengakibatkan Zainab tidak ikut hijrah ke Madinah bersama ayah dan saudari-saudarinya, sebab ikatannya dengan sang suami.

Beberapa lama kemudian, barulah Zainab hijrah dari Mekah ke Madinah menyelamatkan agamanya dan berjumpa dengan sang ayah tercinta, kemudian menyusullah suaminya, Abu al-Ash. Abu al-Ash pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama mertua dan istrinya.

Keluarga kecil yang senang ini pun bersatu kembali dalam Islam dan iman. Tidak lama kebahagiaan tersebut berlangsung, pada tahun 8 H, Zainab wafat meninggalkan Abu al-Ash dan putri mereka Umamah.

Setelah itu, terkadang Umamah diasuh oleh kakeknya, Rasulullah saw. Sebagaimana dalam hadis disebutkan dia menggendong cucunya, Umamah, ketika shalat, apabila dia sujud, dia meletakkan Umamah dari gendongannya.

Kedua, Ruqayyah binti Rasulullah.

Ruqayyah ra dinikahkan oleh Rasulullah dengan sobat yang mulia Utsman bin Affan ra. Keduanya turut serta berhijrah ke Habasyah ketika musyrikin Mekah sudah sangat keterlaluan dalam menyiksa dan menyakiti orang-orang yang beriman. Di Habasyah, pasangan yang mulia ini dianugerahi seorang putra yang dinamai Abdullah.

Ruqayyah dan Utsman juga turut serta dalam hijrah yang kedua dari Mekah menuju Madinah. Ketika tinggal di Madinah mereka dihadapkan dengan ujian wafatnya putra tunggal mereka yang sudah berusia 6 tahun.

Tidak lama kemudian, Ruqayyah juga menderita sakit demam yang tinggi. Utsman bin Affan setia merawat istrinya dan senantiasa mengawasi keadaannya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya Perang Badar, atas ajakan Rasulullah untuk mejaga putrinya, Utsman pun tidak sanggup turut serta dalam perang ini.

Ketiga, Ummu Kultsum binti Rasulullah.

Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum ra. Oleh sebab itulah Utsman dijuluki dzu nurain (pemilik dua cahaya) sebab menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sobat lainnya.

Utsman dan Ummu Kultsum bantu-membantu membangun rumah tangga sampai wafatnya Ummu Kultsum pada bulan Sya’ban tahun 9 H. Keduanya tidak dianugerahi putra ataupun putri. Ummu Kultsum dimakamkan bersebelahan dengan saudarinya Ruqayyah ra.

Keempat, Fatimah binti Rasulullah.

Fatimah ra ialah putri bungsu Rasulullah saw. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalib ra.

Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab, dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah putri mereka Ummu Kultsum.

Fatimah ialah anak yang paling mirip dengan Rasulullah saw dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah tiba ke rumah sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam sabdanya:

“Fatimah ialah kepingan dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)

Beliau juga bersabda,

“Sebaik-baik perempuan penduduk surga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri Firaun.” (HR. Ahmad).

Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup ketika dia wafat ialah Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul beliau.

Fatimah ra wafat enam bulan sesudah sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.

Putra-putra Rasulullah

Pertama, al-Qashim bin Rasulullah

Rasulullah berkuniyah dengan namanya, dia disebut Abu al-Qashim (bapaknya Qashim). Qashim lahir sebelum masa kenabian dan wafat ketika usia dua tahun.

Kedua, Abdullah bin Rasulullah.

Abdullah dinamai juga dengan ath-Thayyib atau ath-Thahir. Ia dilahirkan pada masa kenabian.

Ketiga, Ibrahim bin Rasulullah.

Ibrahim dilahirkan pada tahun 8 H di Kota Madinah. Dia ialah anak terakhir dari Rasulullah saw, dilahirkan dari rahim Maria al-Qibthiyah ra. Maria ialah seorang budak yang diberikan Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah. Lalu Maria mengucapkan syahadat dan dinikahi oleh Nabi saw.

Usia Ibrahim tidak panjang, ia wafat pada tahun 10 H ketika berusia 17 atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra kecilnya yang menjadi penyejuk hatinya ini. Ketika Ibrahim wafat, Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak menyampaikan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari).

Kalau kita perhatikan perjalanan hidup Rasulullah bersama anak-anaknya, pasti kita dapati pelajaran dan pesan tersirat yang banyak. Allah swt mengaruniakan dia putra dan putri yang merupakan tanda kesempurnaan dia sebagai manusia. Namun Allah juga mencoba dia dengan mengambil satu per satu anaknya sebagaiman dahulu mengambil satu per satu orang tuanya tatkala dia membutuhkan mereka; ayah, ibu, kakek, dan pamannya. Hanya anaknya Fatimah yang wafat sesudah Nabi Muhammad saw.

Allah juga tidak memperpanjang usia putra-putra beliau, salah satu hikmahnya ialah semoga orang-orang tidak mengkultuskan putra-putranya atau mengangkatnya menjadi Nabi sesudah beliau.

Bisa kita lihat, cucu dia Hasan dan Husein saja sudah menciptakan orang-orang yang lemah terfitnah. Mereka mengagungkan kedua cucu dia melebih yang sepantasnya, bagaimana kiranya jika putra-putra dia dipanjangkan usianya dan mempunyai keturunan? Tentu akan mengakibatkan fitnah yang lebih besar.

Hikmah dari wafatnya putra dan putri Nabi saw juga sebagai rujukan bagi orang-orang yang kehilangan salah satu putra atau putri mereka. ketika kehilangan anaknya, Nabi saw bersabar dan tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai Allah. Ketika seseorang kehilangan salah satu anaknya, maka Rasulullah telah kehilangan hampir semua anaknya.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.